Analisis Fakta Cerita dan Tema dalam Cerita Pendek ‘Segitiga Emas’ Karya Seno Gumira Ajidarma

source: www.instagram.com/safarikata/

Berdasarkan analisis struktur novel Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita, tema, dan hubungan antarunsur, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Tokoh-tokoh dalam cerita pendek Segitiga Emas dapat diidentifikasi menjadi enam belas tokoh. Enam belas tokoh itu dikategorikan ke dalam tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh bulat, dan tokoh datar. Tokoh utama dalam cerita pendek ini ialah Raden Sumantri. Raden Sumantri disebut sebagai tokoh utama karena intensitas keterlibatannya sangat tinggi dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Selain itu, Raden Sumantri juga dikategorikan sebagai tokoh bulat karena sepanjang jalan cerita, ia mengalami perubahan watak. Sebelumnya Raden Sumantri memiliki watak yang sederhana ketika mulai mengabdi ke Maespati, tapi lantas menjadi sombong dan bermaksud menguji kesaktian Arjuna Sasrabahu yang titisan Barata Wisnu. Konflik-konflik yang diciptakan oleh Raden Sumantri mendukung jalannya alur sampai menuju klimaks.
Tokoh bawahan dalam cerita pendek ini ialah Arjuna Sasrabahu, Dewi Citrawati, Sukasrana, Barata Wisnu, Dalang Kandhabuana, pejabat, konglomerat, boss, para penonton, seorang empu, raja raja dari 25 negara, prajurit, pesinden, para dewa, turis, satpam, penari erotis dan petugas keamanan. Tokoh-tokoh tersebut tergolong ke dalam tokoh datar karena dalam menggerakkan alur tokoh-tokoh itu hanya menunjukkan satu karakter saja. Kehadiran tokoh bawahan ini mendukung tokoh utama dalam mengembangkan alur cerita, seperti memperkuat karakter tokoh utama, mendukung jalannya sebuah peristiwa dan menimbulkan ketegangan-ketegangan dalam cerita.
Latar dalam cerita pendek Segitiga Emas terdiri dari latar tempat, latar waktu, latar sosial—budaya dan latar suasana. Latar tempat dalam cerita pendek ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pada dunia manusia dan dunia wayang. Pada dunia manusia latar tempatnya berada di Jakarta yaitu Segitiga Emas (sebuah kampung dengan gang-gang kumuh yang sudah diubah menjadi superblok), ruang perhelatan dan alun-alun. Sedangkan pada dunia wayang latar tempatnya berada di Suralaya, Maespati dan Taman Sriwedari. Pengarang memberikan gambaran yang jelas tentang latar tempat cerita dengan nama tempat yang dijabarkan secara spesifik. Latar waktu yang digunakan dalam cerita pendek ini dapat dibuktikan dari suasana yang digambarkan oleh pengarang. Pementasan wayang yang lazimnya dilaksanakan pada malam hari menggambarkan latar waktu malam hari. Pada kalimat /Hari mulai terang tanah. Para penonton yang tertidur sudah membuka mata dan mengikuti babak-babak terakhir/ yang diikuti deskripsi dari hidupnya kembali aktivitas kota menggambarkan latar waktu pagi hari. Maka latar waktu yang digunakan dalam cerita pendek ini ialah pada malam hari sampai pagi atau dari dimulainya pementasan wayang hingga selesai.
Latar sosial—budaya yang kuat dalam cerita pendek ini ialah masyarakat Jawa. Dapat dilihat dari suguhan yang dipilih untuk mengadakan peresmian sekaligus selamatan dari sebuah superblok adalah pementasan wayang yang memang identik dengan budaya Jawa. Ditemukan juga kata-kata memiliki unsur budaya Jawa ataupun digunakan dalam dunia pewayangan, seperti tiwikrama yang memiliki arti pengubahan diri menjadi raksasa, pakem yang dalam bahasa Jawa memiliki arti cerita wayang yang asli, dan syahdan yang merupakan kata klasik dengan arti selanjutnya atau lalu. Dalam cerita pendek Segitiga Emas, ditemukan pula latar alat yang berguna sebagai penguat dari latar sosial—budaya dalam perjalanan cerita pendek tersebut, seperti panah berantai Raden Sumantri, gamelan, suluk, dan Cakra Beswara.
Latar suasana yang tergambar meliputi suasana tegang yang terlihat pada peristiwa pertempuran antara Raden Sumantri dan Prabu Arjuna Sasrabahu. Suasana tegang dan sedih yang bercampur aduk juga terlihat pada peristiwa Segitiga Emas yang tercabut dari tapak buminya dan teriakan orang-orang yang menyambut perpisahannya dengan orang-orang yang ada di bumi. Adapula suasana kecewa yang dialami Sukasrana karena kakaknya, Raden Sumantri ingkar pada janjinya untuk selalu membawanya kemanapun.
Tahapan alur dalam cerita pendek Segitiga Emas terbagi menjadi tiga tahap, yaitu awal, tengah, dan akhir. Penyajian tahapan alur secara berurutan menjadikan cerita pendek ini memiliki alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahap awal dapat dikategorikan menjadi pengenalan latar terjadinya peristiwa (yang juga dilakukan melalui penamaan judul) kemudian pengenalan tokoh sampai dengan cerita-cerita yang menjadi latar belakang terjadinya konflik-konflik.
Tahap tengah dalam cerita pendek Segitiga Emas ialah konflik yang muncul saat Raden Sumantri menantang Arjua lalu terjadi pertempuran seru antar kedunya hingga Arjuna Sasrabahu bertiwikrama menjadi raksasa. Konflik tersebut mengalamai penurunan, air mata Dewi Citrawati yang menetes di kaki raksasa itu mendinginkan amarah Batara Wisnu. Muncul konflik yang baru, Dewi Citrawati yang setelah itu harusnya meminta Taman Sriwedari dipindahkan dari Suralaya ke Maespati menyalahi pakem. Dewi Citrawati malah menginginkan Segitiga Emas, karena Dewi Citrawati menginginkan kehidupan yang modern Taman Sriwedari sudah terlalu kuno untuknya. Konflik tersebut  terus berkembangan sampai menuju klimaks, yaitu ketika Segitiga Emas dicabut dari bumi untuk dipindahkan ke dunia wayang. Mengalami penyelesaian saat manusia berdasi yang sebelumnya adalah Raden Raden Sumantri melepaskan panah Cakra Beswara yang telah dicurinya dari kotak wayang Ki Dalang Kandhabuana untuk memusnahkan Sukasrana dan menghancurkan Segitiga Emas.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita pendek Segitiga Emas memiliki hubungan kausalitas yang erat. Hal itu terlihat bahwa peristiwa yang terjadi sebelumnya menjadi penyebab munculnya peristiwa selanjutnya. Penggunaan foreshadowing dan suspense dalam cerita pendek ini menyebabkan munculnya konflik-konflik yang tidak terduga. Sebagian besar konflik yang muncul dalam cerita pendek ini ialah konflik eksternal. Konflik eksternal antartokoh dan dengan lingkungan sekitarnya tersebut terus mengalami perkembangan sampai akhirnya menuju klimaks pada peristiwa dicabutnya Segitiga Emas dari bumi untuk dipindah ke dunia wayang. Konflik sentral dalam cerita cerita pendek ini ialah konflik antartokoh yang merupakan kritik sosial.
Tema bawahan yang diperoleh dari hasil analisis cerita pendek Segitiga Emas ialah kehidupan masyarakat modern dengan budaya Jawa. Berdasarkan tema bawahan itu, dapat ditemukan bahwa tema utama dari cerita pendek ini ialah kritik sosial kepada orang-orang yang memiliki jabatan dan berduit yang selalu menginjak kaum lemah di bawahnya, salah satunya adalah dengan membangun superblok di atas tanah perkampungan. Warga kampung tergusur dan yang hanya akan menikmati keuntungan superblok adalah orang yang memiliki jabatan dan yang berduit.
Unsur-unsur faktual dalam cerita pendek ini saling berhubungan satu dengan yang lain. Hubungan tersebut dapat dilihat melalui hubungan antara alur dengan latar, hubungan alur dengan tokoh, hubungan alur dengan tema, hubungan tokoh dengan latar, hubungan tema dengan latar, dan hubungan tema dengan tokoh. Dari hubungan-hubungan tersebut dapat dilihat bahwa fakta-fakta cerita dan tema saling mendukung dalam menciptakan suatu cerita yang kompleks dan utuh. Pengarang memberikan gambaran jelas yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memahami latar tempat, waktu, maupun sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Terhadap Cerpen “Perbuatan Sadis” dan “Pispot” Karya Hamsad Rangkuti

Desember dan Ngelive ERK