Modernisasi Dalam Cerita Pendek “Segitiga Emas” Karya Seno Gumira Ajidarma


MODERNISASI DALAM CERITA PENDEK “SEGITIGA EMAS”
KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA

source:http://2.bp.blogspot.com/

Nur Laillia Chazanah
NIM 17201241063/PBSI B 2017

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk modernisasi yang terjadi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Sapardi Djoko Damono, (2) penyebab terjadinya modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma, (3) unsur fiksi yang merepresentasikan modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma. Objek penelitian ini adalah cerpen yang berjudul “ Segitiga Emas” karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan dalam antologi cerpen berjudul Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi. Berdasarkan analisis data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua bentuk modernisasi yang terjadi dalam cerpen “Segitiga Emas”, yaitu kampung yang diubah menjadi superblok dan tokoh wayang yang menyalahi pakem cerita sebagai bentuk dari modernisasi cerita. Penyebab terjadinya modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” ada dua yaitu tumbuhnya suatu kebudayaan baru dan keinginan untuk maju dan mengikuti perkembangan  zaman.
Kata kunci: modernisasi, cerpen, Seno Gumira Ajidarma

A.    Pendahuluan
Seno Gumira Ajidarma seorang cerpenis, esais, wartawan, dan pekerja teater. Nama samaran yang dimilikinya adalah Mira Sato, digunakan untuk menulis puisi sampai tahun 1981. Dia lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958, tetapi dibesarkan di Yogyakarta. Ayahnya adalah Prof. Dr. MSA Sastroamidjojo, guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Ibunya, Poestika Kusuma Sujana, adalah dokter spesialis penyakit dalam. Seno menikah dengan Ikke Susilowati pada tahun 1981 dan dikaruniai seorang anak bernama Timur Angin.
Proses kreatif Seno dimulai tahun 1975, saat itu ia berusia tujuh belas tahun. Keterlibatan Seno di dunia seni dimulai saat ia menjadi anggota rombongan sandiwara Teater Alam pimpinan Azwar A.N. Berawal dari dunia teater, Seno kemudian masuk ke dunia sastra. Karyanya yang pertama berbentuk puisi dimuat dalam rubrik "Puisi Lugu" dalam majalah Aktuil, asuhan Remy Sylado. Selanjutnya, Seno menulis cerpen dan esai. Cerpennya yang pertama "Sketsa dalam Satu Hari" dimuat dalam surat kabar Berita Nasional Tahun 1976. Esainya yang pertama dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Penghargaan yang pernah diperoleh Seno antara lain adalah 1) cerpen "Saksi Mata" mendapat penghargaan Dimny O'Hearn Prize for Translation, Australia, 1977, 2) cerpen "Kejaian" mendapat penghargaan dari Radio Arif Rahman Hakim, 1997, 3) cerpen "Dunia Gorda" mendapat penghargaan dari majalah Zaman, 1980, 4) cerpen "Cermin" mendapat penghargaan dari majalah Zaman, 1983, 5) cerpen "Midnight Express" mendapat penghargaan dari harian Kompas, 1990, 6) cerpen "Segitiga Emas" mendapat penghargaan dari harian Suara Pembaruan, 1991, 7) cerpen "Pelajaran Mengarang" mendapat penghargaan dari harian Kompas, 1993, 8) kumpulan cerpen Saksi Mata mendapat penghargaan Penulisan Kreatif dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,1995, 9) kumpulan cerpennya Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi mendapat penghargaan South East Asia Write Award, Bangkok, Thailand, 1997, 10) Seno memperoleh penghargaan dari Chatulistiwa Literary Award tahun 2005, dan 11) Ahmad Bakrie Award (tapi dia menolak) tahun 2012. Cerpennya "Cinta di Atas Perahu Cadik" terpilih sebagai cerpen terbaik pilihan Kompas tahun 2007 sekaligus menjadi judul antologi Cerpen Kompas Pilihan 2007.
Cerpen "Segitiga Emas" karya Seno Gumira Ajidarma terbit pada tahun 1990. Cerpen tersebut berunsur fiksi, cerita wayang dan fakta sejarah berupa kawasan Segitiga Emas di Jakarta. Kawasan Segitiga Emas Jakarta mencakup jalan-jalan utama seperti Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto, Rasuna Said, dan Mas Mansyur. Segitiga Emas Jakarta adalah salah satu distrik bisnis pusat yang paling cepat berkembang di kawasan Asia-Pasifik. Hal tersebut memunculkan dugaan bahwa cerpen "Segitiga Emas" mempunyai hubungan yang secara aktual sedang terjadi di kawasan Segitiga Emas pada tahun tersebut.
Alasan dipilihnya cerpen “Segitiga Emas” sebagai data penelitian ialah karena dalam cerpen ini pengarang berusaha mengkritisi keadaan sosial politik dengan bentuk yang menarik, salah satunya adalah imajinasi yang diciptakan pengarang dan media cerita yang dipilih. Hasil imajinasi pengarang ditunjukkan oleh keberadaan tokoh Dalang Kandhabuana dan peristiwa-peristiwa yang hanya ditemui dalam cerpen “Segitiga Emas”, misalnya wayang kulit yang bisa menentukan jalan ceritanya sendiri dan peristiwa dipindahkannya kawasan Segitiga Emas dari Jakarta ke Kerajaan Maespati. Pada media cerita yang dipilih, pengarang menyatukan fakta sejarah, cerita wayang, dan fiksi ke dalam cerpen “Segitiga Emas” yang menunjukkan cerpen tersebut berusaha menyampaikan beberapa makna secara serempak.

a)      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah (1) apa sajakah bentuk modernisasi yang terjadi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma? (2) apa penyebab terjadinya modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma? dan (3) unsur fiksi apa sajakah yang merepresentasikan modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma? Rumusan masalah tersebut akan dibahas pada penelitian ini.

a)      Landasan Teori
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencangkup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerakan sosial. Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psokologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola perilaku. Perwujudannya adalah aspek-aspek kehidupan modern seperti misalnya mekanisasi, media massa yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan perkapita dan sebagainya.
W.W. Rostow adalah seorang ahli ekonomi, perhatiannya bukan hanya pada masalah ekonomi dalam arti sempit tetapi juga meluas pada masalah sosiologi dalam proses pembangunan. Meskipun titik berat analisisnya masih tetap pada masalah ekonomi. Teori modernisasi Rostow mengatakan bahwa pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju.
Untuk menuju ke proses ini maka Rostow membaginya menjadi lima tahap, yaitu masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, lepas landas, bergerak ke kedewasaan, dan zaman konsumsi masal yang tinggi. Pada tahap masyarakat tradisional masyarakat perlu untuk penguasaan ilmu pengetahuan agar kehidupan dan kemajuan dapat berkembang. Pada tahap prakondisi untuk lepas landas diperlukan adanya campur tangan dari luar atau masyarakat yang sudah maju, dengan adanya campur tangan dari pihak luar maka ide pembaharuan akan mulai berkembang. Tahap lepas landas akan ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Tahap bergerak ke kedewasaan ditandai dengan perkembangan industri yang sangat pesat dan memantapkan posisinya dalam perekonomian global. Barang-barang yang tadinya di impor, sekarang dapat diproduksi di dalam negeri yang diproduksikan bukan hanya terbatas pada barang konsumsi tetapi juga sebagai barang modal. Pada tahap zaman konsumsi masal yang tinggi, konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi akan meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri akan berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada titik ini pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus menerus.

B.     Bentuk Modernisasi yang Terjadi Dalam Cerpen “Segitiga Emas” Karya Seno Gumira Ajidarma
Bentuk modenisasi yang ditemukan dalam cerpen “Segitiga Emas” adalah (1) kampung yang diubah menjadi superblok dan (2) tokoh wayang menyalahi pakem cerita. Bentuk modernisasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.
            Pertama, kampung yang diubah menjadi superblok. Kawasan Segitiga Emas yang dulunya adalah kampung dengan gang-gangnya yang kumuh berubah menjadi kawasan elit superblok. Pada peristiwa ini jika dikaitkan dengan teori modernisasi Rostow, kawasan Segitiga Emas mulai bergerak dari tahap prakondisi untuk lepas landas menuju tahap lepas landas. Di mana mulai ada campur tangan dari luar atau masyarakat yang sudah maju yang mengembangkan ide pembaharuan untuk mengubah kawasan yang dulunya kampung kumuh menjadi kawasan elit. Dalam peristiwa ini juga tokoh boss pemilik superblok berusaha untuk menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi melalui cara yang halus. Ditunjukan dengan boss pemilik yang awalnya meminta Dalang Kandhabuana memainkan lakon Babad Alas Wanamarta untuk menjelaskan kepada masyarakat sekitar bahwa sebenarnya penggusuran dan pemborongan tanah yang selama ini bikin ribut itu sebenarnya perlu, walau pada akhirnya Dalang Kandhabuana lebih memilih untuk memainkan lakon Sumantri Ngenger. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
Dalang Kandhabuana dengan langkah tegap memasuki ruang perhelatan. Ia memainkan sebuah lakon untuk peresmian sekaligus selamatan sebuah superblok di Segitiga Emas. Para tetamu terdiri dari pejabat dan konglomerat. Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana memainkan lakon Babad Alas Wanamarta.
Menurut Boss itu pada Ki Dalang, lakon itu cocok untuk menjelaskan, betapa penggusuran dan pemborongan tanah yang selama ini bikin ribut sebenarnya perlu, demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Kampung dengan gang-gangnya yang kumuh menjadi superblok, bukankah itu suatu kemajuan? (Seno Gumira Ajidarma, 1990: halaman 181-182)
Kedua, tokoh wayang menyalahi pakem cerita. Dewi Citrawati yang seharusnya meminta Taman Sriwedari dipindah dari Suralaya ke Maespati malah menginginkan Segitiga Emas, karena Taman Sriwedari sudah terlalu kuno untuknya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
Alkisah, di peraduan yang lembut dan berbau mawar, Prabu Arjuna Sasrabahu mengingatkan Dewi Citrawati tentang persembahan yang akan segera dipasrahkan oleh Raden Sumantri, yakni Taman Sriwedari yang dipindahkan ke Suralaya, tempat bermukimnya dewa-dewa, ke Maespati.
“Tapi sekarang aku tidak mau Taman Sriwedari,” ujar Dewi Citrawati.
Karuan saja bukan hanya Arjuna Sasrabahu, bahkan Dalang Kandhabuana sendiri tersentak mendengar suara Dewi Citrawati. Namun ia cepat memgatasi keadaan. “Jadi apa maumu Yayi Citrawati?”
“Aku menginginkan Segitiga Emas!” (Seno Gumira Ajidarma, 1990: halaman 184)
            Dari uraian di atas bentuk modernisasi direpresentasikan juga melalui unsur-usur fiksi yang terkandung dalam cerpen. Unsur tokoh (yaitu Raden Sumantri, Arjuna Sasrabahu, Dewi Citrawati, Sukasrana, Barata Wisnu, Dalang Kandhabuana, pejabat, konglomerat, boss, para penonton, seorang empu, raja-raja dari 25 negara, prajurit, pesinden, para dewa, turis, satpam, penari erotis, dan petugas keamanan). Unsur latar (yaitu latar tempat dunia manusia dan dunia wayang; latar waktu malam hari sampai pagi; latar sosial budaya masyarakat dan budaya Jawa; dan latar suasana tegang, sedih dan kecewa). Unsur alur (yaitu bentuk alur maju). Unsur tema (yaitu tema bawahan berupa kehidupan masyarakat modern dengan budaya Jawa dan tema utama berupa kritik sosial kepada orang-orang yang memiliki jabatan dan berduit yang selalu menginjak kaum lemah di bawahnya).

C.    Penyebab Terjadinya Modernisasi Dalam Cerpen “Segitiga Emas” Karya Seno Gumira Ajidarma
Penyebab terjadinya modenisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” adalah (1) tumbuhnya suatu kebudayaan baru dan (2) keinginan untuk maju dan mengikuti perkembangan  zaman. Penyebab terjadinya modernisasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.
Pertama, tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana untuk memainkan lakon Babad Alas Wanamarta untuk menjelaskan kepada warga bahwa penggusuran dan pemborongan tanah itu sebenarnya perlu demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
Dalang Kandhabuana dengan langkah tegap memasuki ruang perhelatan. Ia memainkan sebuah lakon untuk peresmian sekaligus selamatan sebuah superblok di Segitiga Emas. Para tetamu terdiri dari pejabat dan konglomerat. Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana memainkan lakon Babad Alas Wanamarta.
Menurut Boss itu pada Ki Dalang, lakon itu cocok untuk menjelaskan, betapa penggusuran dan pemborongan tanah yang selama ini bikin ribut sebenarnya perlu, demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Kampung dengan gang-gangnya yang kumuh menjadi superblok, bukankah itu suatu kemajuan? (Seno Gumira Ajirama, 1990: halaman 181-182)

Kedua, keinginan untuk maju dan mengikuti perkembangan  zaman. Dewi Citrawati yang seharusnya meminta Taman Sriwedari dipindah dari Suralaya ke Maespati malah menginginkan Segitiga Emas, karena Taman Sriwedari sudah terlalu kuno untuknya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut.
“Aduh Yayi, cerita tidak bisa berhenti di sini. Kita sedang selamatan berdirinya superblok. Kehidupan bisa kacau kalau lakon ini terganggu! Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih Yayi tidak mau lagi Taman Sriwedari? Bukankah itu taman yang terindah di dunia pewayangan? Bukankah di Taman Sriwedari terdapat segala jenis tanaman hias di dunia maupun di akhirat, ada sungai susu, air terjun tempat mandi bidadari, rumputnya berkilat keemasan dan seribu pelangi saling bersilang di sana sini.”
“O Kakanda Prabu, tanpa mengurangi penghargaanku terhadap para penghuni langit, terpaksa kukatakan bahwa taman itu sudah kuno. Bahkan dengan Taman Mini Indonesia Indah saja sudah kalah. Taman Sriwedari bagiku kini Cuma semak-semak tak terurus. Tak ada fasilitas yang lebih lengkap bagi seorang wanita yang ingin maju selain Segitiga Emas. Di Taman Sriwedari tidak ada restoran Jepang, tidak ada fast-food, tidak ada salon, tidak ada hotel, tidak ada gedung bertingkat, tidak ada supermarket, tidak ada mobil mewah, tidak ada manusia berdasi, tidak ada manajer, tidak ada sekertaris dengan bibir merah delima, tidak ada bank, tidak ada disko, tidak ada pub, tidak ada orang bule, tidak ada komputer, tidak ada gaya modern! Segitiga Emas itu pulau kemajuan! Harga tanahnya selangit! Sssttt! Kalau perlu, kita bisa menjualnya lagi dengan untung besar! Di sanalah tempat pementasan peradaban standar. Di sana, orang-orang ngomongnya diselingi  Bahasa Inggris. Di Taman Sriwedari kita cuma pakai Bahasa Sansekerta melulu. Bosan aku Kakanda Prabu. Aku ingin merangkul gaya yang modern. Aku ingin menjadi wanita maju. Aku ingin memiliki Segitiga Emas. Kalau Kakanda Prabu sungguh-sungguh mencintaiku, berikanlah Segitiga Emas padaku!” (Seno Gumira Ajidarma, 1990: halaman 185-186)

D.    PENUTUP
Dari pembahasan terkait modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Bentuk modernisasi yang terjadi dalam cerpen ini adalah kampung yang diubah menjadi superblok dan tokoh wayang dalam cerita ini menyalahi pakem sebagi bentuk modernisasi cerita. Penyebab terjadinya modernisasi dalam cerpen ini adalah tumbuhnya suatu kebudayaan baru dan keinginan untuk maju dan mengikuti perkembangan  zaman. Unsur fiksi yang merepresentasikan modernisasi terletak pada unsur tokoh, latar, alur dan tema cerpen.
Cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumiro Ajidarma merupakan sebuah karya yang sangat menarik. Sebuah cerita sederhana yang menggunakan media cerita tokoh wayang untuk mengekspresikan amanat atau makna yang ingin disampaikan pengarang. Analisis terkait modernisasi dalam cerpen ini lebih memfokuskan pada bentuk dan penyebab modernisasi. Peneliti berharap akan ada peneliti lain yang meneliti cerpen ini dengan mengangkat tema yang berbeda, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap cerita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ajidarma, Seno Gumira. 2017. “Segitiga Emas” dalam kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.
Badan Pengembangan Bahasa dan Pembinaan Bahasa. Seno Gumira Ajidarma. www.ensiklopedia.kemdikbud.go.id (akses 23 Mei 2018).
Modernisasi: Pengertian, Ciri, Dampak. www.ilmudasar.com (akses 24 Mei 2018).
Chandra, Donny. 2017. Komunikasi Sosial dan Pembangunan. www.donnychandra6.blogspot.co.id (akses 30 April 2018).






LAMPIRAN
Bentuk modernisasi yang terjadi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma
No
Bentuk Modernisasi
Deskripsi
Kutipan
1
Kampung yang diubah menjadi superblok
Kawasan Segitiga Emas yang dulunya adalah kampung dengan gang-gangnya yang kumuh berubah menjadi kawasan elit superblok.
Dalang Kandhabuana dengan langkah tegap memasuki ruang perhelatan. Ia memainkan sebuah lakon untuk peresmian sekaligus selamatan sebuah superblok di Segitiga Emas. Para tetamu terdiri dari pejabat dan konglomerat. Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana memainkan lakon Babad Alas Wanamarta.
Menurut Boss itu pada Ki Dalang, lakon itu cocok untuk menjelaskan, betapa penggusuran dan pemborongan tanah yang selama ini bikin ribut sebenarnya perlu, demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Kampung dengan gang-gangnya yang kumuh menjadi superblok, bukankah itu suatu kemajuan?
Halaman 181-182
2
Tokoh wayang menyalahi pakem cerita
Dewi Citrawati yang seharusnya meminya Taman Sriwedari dipindah dari Suralaya ke Maespati malah menginginkan Segitiga Emas, karena Taman Sriwedari sudah terlalu kuno untuknya.
Alkisah, di peraduan yang lembut dan berbau mawar, Prabu Arjuna Sasrabahu mengingatkan Dewi Citrawati tentang persembahan yang akan segera dipasrahkan oleh Raden Sumantri, yakni Taman Sriwedari yang dipindahkan ke Suralaya, tempat bermukimnya dewa-dewa, ke Maespati.
“Tapi sekarang aku tidak mau Taman Sriwedari,” ujar Dewi Citrawati.
Karuan saja bukan hanya Arjuna Sasrabahu, bahkan Dalang Kandhabuana sendiri tersentak mendengar suara Dewi Citrawati. Namun ia cepat memgatasi keadaan. “Jadi apa maumu Yayi Citrawati?”
“Aku menginginkan Segitiga Emas!”
Halaman 184

Penyebab terjadinya modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma
No
Penyebab Modernisasi
Deskripsi
Kutipan
1
Tumbuhnya suatu kebudayaan baru
Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana untuk memainkan lakon Babad Alas Wanamarta untuk menjelaskan kepada warga bahwa penggusuran dan pemborongan tanah itu sebenarnya perlu demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru.
Dalang Kandhabuana dengan langkah tegap memasuki ruang perhelatan. Ia memainkan sebuah lakon untuk peresmian sekaligus selamatan sebuah superblok di Segitiga Emas. Para tetamu terdiri dari pejabat dan konglomerat. Boss pemilik superblok tadinya meminta Dalang Kandhabuana memainkan lakon Babad Alas Wanamarta.
Menurut Boss itu pada Ki Dalang, lakon itu cocok untuk menjelaskan, betapa penggusuran dan pemborongan tanah yang selama ini bikin ribut sebenarnya perlu, demi tumbuhnya suatu kebudayaan baru. Kampung dengan gang-gangnya yang kumuh menjadi superblok, bukankah itu suatu kemajuan?
Halaman 181-182
2
Adanya keinginan untuk maju dan mengikuti perkembangan  zaman
Dewi citrawati bosan dengan Taman Sriwedari yang menurutnya sudah kuno. Dia menginginkan kehidupan yang lebih maju dengan peranti yang modern.
“Aduh Yayi, cerita tidak bisa berhenti di sini. Kita sedang selamatan berdirinya superblok. Kehidupan bisa kacau kalau lakon ini terganggu! Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih Yayi tidak mau lagi Taman Sriwedari? Bukankah itu taman yang terindah di dunia pewayangan? Bukankah di Taman Sriwedari terdapat segala jenis tanaman hias di dunia maupun di akhirat, ada sungai susu, air terjun tempat mandi bidadari, rumputnya berkilat keemasan dan seribu pelangi saling bersilang di sana sini.”
“O Kakanda Prabu, tanpa mengurangi penghargaanku terhadap para penghuni langit, terpaksa kukatakan bahwa taman itu sudah kuno. Bahkan dengan Taman Mini Indonesia Indah saja sudah kalah. Taman Sriwedari bagiku kini Cuma semak-semak tak terurus. Tak ada fasilitas yang lebih lengkap bagi seorang wanita yang ingin maju selain Segitiga Emas. Di Taman Sriwedari tidak ada restoran Jepang, tidak ada fast-food, tidak ada salon, tidak ada hotel, tidak ada gedung bertingkat, tidak ada supermarket, tidak ada mobil mewah, tidak ada manusia berdasi, tidak ada manajer, tidak ada sekertaris dengan bibir merah delima, tidak ada bank, tidak ada disko, tidak ada pub, tidak ada orang bule, tidak ada komputer, tidak ada gaya modern! Segitiga Emas itu pulau kemajuan! Harga tanahnya selangit! Sssttt! Kalau perlu, kita bisa menjualnya lagi dengan untung besar! Di sanalah tempat pementasan peradaban standar. Di sana, orang-orang ngomongnya diselingi  Bahasa Inggris. Di Taman Sriwedari kita cuma pakai Bahasa Sansekerta melulu. Bosan aku Kakanda Prabu. Aku ingin merangkul gaya yang modern. Aku ingin menjadi wanita maju. Aku ingin memiliki Segitiga Emas. Kalau Kakanda Prabu sungguh-sungguh mencintaiku, berikanlah Segitiga Emas padaku!”
Halaman 185-186





Unsur fiksi yang merepresentasikan modernisasi dalam cerpen “Segitiga Emas” karya Seno Gumira Ajidarma
No
Unsur Fiksi
Deskripsi
1
Tokoh
Tokoh utama: Raden Sumantri (tokoh bulat).
Tokoh bawahan: Arjuna Sasrabahu, Dewi Citrawati, Sukasrana, Barata Wisnu, Dalang Kandhabuana, pejabat, konglomerat, boss, para penonton, seorang empu, raja-raja dari 25 negara, prajurit, pesinden, para dewa, turis, satpam, penari erotis dan petugas keamanan (tokoh datar).
2
Latar
Tempat: dunia manusia (Jakarta, Segitiga Emas, ruang perhelatan, alun-alun) dan dunia wayang (Suralaya, Maespati, Taman Sriwedari).
Waktu: malam hari sampai pagi (layaknya pementasan wayang).
Sosial budaya: masyarakat dan budaya Jawa.
Suasana: tegang, sedih dan kecewa
3
Alur
Alur maju
4
Tema
Tema bawahan: kehidupan masyarakat modern dengan budaya Jawa.
Tema utama: kritik sosial kepada orang-orang yang memiliki jabatan dan berduit yang selalu menginjak kaum lemah di bawahnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Terhadap Cerpen “Perbuatan Sadis” dan “Pispot” Karya Hamsad Rangkuti

Analisis Fakta Cerita dan Tema dalam Cerita Pendek ‘Segitiga Emas’ Karya Seno Gumira Ajidarma

Desember dan Ngelive ERK